Sang Saka Merah Putih dan Bendera Indonesia
Setiap
upacara bendera peringatan detik-detik proklamasi tampak bahwa bendera
sang saka merah putih selalu disaksikan jutaan mata tertutup rapi
dalam sebuah kotak kayu berukir. Namun bendera pusaka tersebut hanya
mendampingi bendra merah putih lainnya yang setiap tahun dikibarkan di
depan gedung istana presiden itu.
Sang
Saka Merah Putih merupakan julukan kehormatan terhadap bendera Merah
Putih negara Indonesia. Pada mulanya sebutan ini ditujukan untuk
bendera Merah Putih yang dikibarkan pada tanggal 17 Agustus 1945 di
Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta, saat Proklamasi dilaksanakan. Tetapi
selanjutnya dalam penggunaan umum, Sang Saka Merah Putih ditujukan
kepada setiap bendera Merah Putih yang dikibarkan dalam setiap upacara
bendera.
Bendera
pusaka dibuat oleh Ibu Fatmawati, istri Presiden Soekarno, pada tahun
1944. Bendera berbahan katun Jepang (ada juga yang menyebutkan bahan
bendera tersebut adalah kain wool dari London yang diperoleh dari
seorang Jepang. Bahan ini memang pada saat itu digunakan khusus untuk
membuat bendera-bendera negara di dunia karena terkenal dengan
keawetannya) berukuran 276 x 200 cm. Sejak tahun 1946 sampai dengan
1968, bendera tersebut hanya dikibarkan pada setiap hari ulang tahun
kemerdekaan RI. Sejak tahun 1969, bendera itu tidak pernah dikibarkan
lagi dan sampai saat ini disimpan di Istana Merdeka. Bendera itu sempat
sobek di dua ujungnya, ujung berwarna putih sobek sebesar 12 X 42 cm.
Ujung berwarna merah sobek sebesar 15x 47 cm. Lalu ada bolong-bolong
kecil karena jamur dan gigitan serangga, noda berwarna kecoklatan,
hitam, dan putih. Karena terlalu lama dilipat, lipatan-lipatan itu pun
sobek dan warna di sekitar lipatannya memudar.
Setelah
tahun 1969, yang dikerek dan dikibarkan pada hari ulang tahun
kemerdekaan RI adalah bendera duplikatnya yang terbuat dari sutra.
Bendera pusaka turut pula dihadirkan namun ia hanya ‘menyaksikan’ dari
dalam kotak penyimpanannya.
Bendera Indonesia
Bendera
Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang secara singkat disebut
Bendera Negara, adalah Sang Merah Putih. Bendera Negara Sang Merah
Putih berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran lebar 2/3
(dua-pertiga) dari panjang serta bagian atas berwarna merah dan bagian
bawah berwarna putih yang kedua bagiannya berukuran sama.
Bendera
Indonesia memiliki makna filosofis. Merah berarti berani, putih
berarti suci. Merah melambangkan tubuh manusia, sedangkan putih
melambangkan jiwa manusia. Keduanya saling melengkapi dan menyempurnakan
untuk Indonesia.
Ditinjau
dari segi sejarah, sejak dahulu kala kedua warna merah dan putih
mengandung makna yang suci. Warna merah mirip dengan warna gula
jawa/gula aren dan warna putih mirip dengan warna nasi. Kedua bahan ini
adalah bahan utama dalam masakan Indonesia, terutama di pulau Jawa.
Ketika Kerajaan Majapahit berjaya di Nusantara, warna panji-panji yang
digunakan adalah merah dan putih (umbul-umbul abang putih). Sejak dulu
warna merah dan putih ini oleh orang Jawa digunakan untuk upacara
selamatan kandungan bayi sesudah berusia empat bulan di dalam rahim
berupa bubur yang diberi pewarna merah sebagian. Orang Jawa percaya
bahwa kehamilan dimulai sejak bersatunya unsur merah sebagai lambang
ibu, yaitu darah yang tumpah ketika sang jabang bayi lahir, dan unsur
putih sebagai lambang ayah, yang ditanam di gua garba.
Sejarah
Warna
merah-putih bendera negara diambil dari warna Kerajaan Majapahit.
Sebenarnya tidak hanya kerajaan Majapahit saja yang memakai bendera
merah putih sebagai lambang kebesaran. Sebelum Majapahit, kerajaan
Kediri telah memakai panji-panji merah putih. Selain itu, bendera
perang Sisingamangaraja IX dari tanah Batak pun memakai warna merah
putih sebagai warna benderanya , bergambar pedang kembar warna putih
dengan dasar merah menyala dan putih. Warna merah dan putih ini adalah
bendera perang Sisingamangaraja XII. Dua pedang kembar melambangkan
piso gaja dompak, pusaka raja-raja Sisingamangaraja I-XII.[1] Ketika
terjadi perang di Aceh, pejuang – pejuang Aceh telah menggunakan
bendera perang berupa umbul-umbul dengan warna merah dan putih, di
bagian belakang diaplikasikan gambar pedang, bulan sabit, matahari, dan
bintang serta beberapa ayat suci Al Quran.[2] Di zaman kerajaan Bugis
Bone,Sulawesi Selatan sebelum Arung Palakka, bendera Merah Putih,
adalah simbol kekuasaan dan kebesaran kerajaan Bone.Bendera Bone itu
dikenal dengan nama Woromporang.]
Pada
waktu perang Jawa (1825-1830 M) Pangeran Diponegoro memakai
panji-panji berwarna merah putih dalam perjuangannya melawan Belanda.
Kemudian, warna-warna yang dihidupkan kembali oleh para mahasiswa dan
kemudian nasionalis di awal abad 20 sebagai ekspresi nasionalisme
terhadap Belanda. Bendera merah putih digunakan untuk pertama kalinya di
Jawa pada tahun 1928. Di bawah pemerintahan kolonialisme, bendera itu
dilarang digunakan. Sistem ini diadopsi sebagai bendera nasional pada
tanggal 17 Agustus 1945, ketika kemerdekaan diumumkan dan telah
digunakan sejak saat itu pula.
Pidato Bung Karno tentang Merah Putih
Pada
saat Bung Karno bercerita didepan kongres rakyat Jawa-Timur, beliau
menceritakan asal mula warna merah putih sebagai warna bendera pusaka
bangsa dan negara Indonesia. Beliau berpesan kepada seluruh rakyat
Indonesia untuk tidak memperdebatkan Sang merah putih ini. Jangan ada
satu pihak yang mengusulkan warna lain sebagai bendera Republik
Indonesia.
Beliau
juga mengatakan bahwa warna Merah Putih ini bukan buatan Republik
Indonesia, Bukan buatan kita dari zaman pergerakan nasional. Apa lagi
bukan buatan Bung Karno, bukan buatan Bung Hatta! Enam ribu tahun sudah
kita mengenal akan warna Merah Putih ini. Bukan seribu tahun, bukan
dua ribu tahun, bukan tiga ribu tahun, bukan empat ribu tahun, bukan
lima ribu tahun! Enam ribu tahun kita telah mengenal warna Merah Putih!
Tatkala
di sini belum ada agama Kristen, belum ada agama Islam, belum ada
agama Hindu, bangsa Indonesia telah meng-agungkan warna Merah Putih.
Pada waktu itu kita belum mengenal Tuhan dalam cara mengenal sebagai
sekarang ini. Pada waktu itu yang kita sembah adalah Matahari dan
Bulan. Pada waktu itu kita hanya mengira, bahwa yang memberi hidup itu
Matahari. Siang Matahari – malam Bulan. Matahari merah- Bulan putih.
Pada
waktu itu kita telah mengagungkan warna Merah Putih. Kemu¬dian
bertambah kecerdasan kita. Kita lebih dalam menyelami akan hidup di
dalam alam ini. Kita memperhatikan segala sesuatu di dalam alam ini dan
kita melihat, alam ini ada yang hidup bergerak, ada yang tidak
bergerak. Ada manusia dan binatang, makhluk-makhluk yang bergerak. Ada
tumbuh-tumbuhan yang tidak bisa bergerak. Manusia dan binatang itu
darahnya merah. Tumbuh-tumbuhan darahnya putih. Getih – Getah. Coba
dengarkan hampir sama dua perkataan ini: Getih – Getah. Cuma i diganti
dengan a. Kemudian kita mengagungkan Getih – Getah. Merah – Putih.
Saudara-saudara, itu adalah fase kedua.
Fase
ketiga, manusia mengerti akan kejadian manusia. Mengerti, bahwa
kejadian manusia ini adalah dari perhubungan laki dan perempuan,
perempuan dan laki. Orang mengerti perempuan adalah merah, laki adalah
putih. Dan itulah sebabnya maka kita turun-temurun mengagungkan
Merah-Putih. Apa yang dinamakan “gula-kelapa”, mengagungkan
bubur”bang-putih”. Itulah sebabnya maka kita kemudian-tatkala kita
mempunyai negara-negara setelah mempunyai kerajaan-kerajaan- memakai
warna Merah-Putih itu sebagai bendera negara.
Tatkala
kita mempunyai kerajaan Singasari, Majapahit Merah-Putih telah
berkibar. Dan tatkala kita mengadakan pergerakan nasional sejak tahun
1908 dengan lahirnya Budi Utomo-dan diikuti oleh Serikat Islam, oleh
NIP (Nationaal Indische Partij), oleh ISDP, oleh PKI, oleh Sarekat
Rakyat, oleh PPPK, oleh PBI, oleh Parindra, dan lain-lain-maka rakyat
lndonesia tetap mencintai Merah-Putih sebagai warna benderanya. Dan
tatkala kita pada tanggal 17 Agustus 1945 memproklamirkan kemerdekaan
itu, dengan resmi kita menyatakan Sang Merah Putih adalah bendera
kemerdekaan kita. Maka dari itu kawan! sudah saatnyalah kita sebagai
penerus bangsa yang besar ini untuk tegap berdiri, tatap sang pusaka
kita dengan rasa bangga! Berkibarlah engkau Sang Pusaka Merah Putih
Peraturan Tentang Bendera Merah Putih
- Bendera negara diatur menurut UUD ’45 pasal 35 , UU No 24/2009, dan Peraturan Pemerintah No.40/1958 tentang Bendera Kebangsaan Republik Indonesia
Menurut UU No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. (LN 2009 Nmr 109, TLN 5035):
- Bendera Negara dibuat dari kain yang warnanya tidak luntur.
- Bendera Negara dibuat dengan ketentuan ukuran:
- 200 cm x 300 cm untuk penggunaan di lapangan istana kepresidenan;
- 120 cm x 180 cm untuk penggunaan di lapangan umum;
- 100 cm x 150 cm untuk penggunaan di ruangan;
- 36 cm x 54 cm untuk penggunaan di mobil Presiden dan Wakil Presiden;
- 30 cm x 45 cm untuk penggunaan di mobil pejabat negara;
- 20 cm x 30 cm untuk penggunaan di kendaraan umum;
- 100 cm x 150 cm untuk penggunaan di kapal;
- 100 cm x 150 cm untuk penggunaan di kereta api;
- 30 cm x 45 cm untuk penggunaan di pesawat udara;dan
- 10 cm x 15 cm untuk penggunaan di meja.
- Pengibaran dan/atau pemasangan Bendera Negara dilakukan pada waktu antara matahari terbit hingga matahari terbenam. Dalam keadaan tertentu pengibaran dan/atau pemasangan Bendera Negara dapat dilakukan pada malam hari.
- Bendera Negara wajib dikibarkan pada setiap peringatan Hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus oleh warga negara yang menguasai hak penggunaan rumah, gedung atau kantor, satuan pendidikan, transportasi umum, dan transportasi pribadi di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan di kantor perwakilan Republik Indonesia di luar negeri.
- Bendera Negara wajib dikibarkan setiap hari di:
- istana Presiden dan Wakil Presiden;
- gedung atau kantor lembaga negara;
- gedung atau kantor lembaga pemerintah;
- gedung atau kantor lembaga pemerintah nonkementerian;
- gedung atau kantor lembaga pemerintah daerah;
- gedung atau kantor dewan perwakilan rakyat daerah;
- gedung atau kantor perwakilan Republik Indonesia di luar negeri;
- gedung atau halaman satuan pendidikan;
- gedung atau kantor swasta;
- rumah jabatan Presiden dan Wakil Presiden;
- rumah jabatan pimpinan lembaga negara;
- rumah jabatan menteri;
- rumah jabatan pimpinan lembaga pemerintahan nonkementerian;
- rumah jabatan gubernur, bupati, walikota, dan camat;
- gedung atau kantor atau rumah jabatan lain;
- pos perbatasan dan pulau-pulau terluar di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
- lingkungan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Republik Indonesia; dan
- taman makam pahlawan nasional.
- Bendera Negara sebagai penutup peti atau usungan jenazah dapat dipasang pada peti atau usungan jenazah Presiden atau Wakil Presiden, mantan Presiden atau mantan Wakil Presiden, anggota lembaga negara, menteri atau pejabat setingkat menteri, kepala daerah, anggota dewan perwakilan rakyat daerah, kepala perwakilan diplomatik, anggota Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian Republik Indonesia yang meninggal dalam tugas, dan/atau warga negara Indonesia yang berjasa bagi bangsa dan negara.
- Bendera Negara yang dikibarkan pada Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56 Jakarta disebut Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih. Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih disimpan dan dipelihara di Monumen Nasional Jakarta.
- Setiap orang dilarang:
- merusak, merobek, menginjak-injak, membakar, atau melakukan perbuatan lain dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Bendera Negara;
- memakai Bendera Negara untuk reklame atau iklan komersial;
- mengibarkan Bendera Negara yang rusak, robek, luntur, kusut, atau kusam;
- mencetak, menyulam, dan menulis huruf, angka, gambar atau tanda lain dan memasang lencana atau benda apapun pada Bendera Negara; dan
- memakai
Bendera Negara untuk langit-langit, atap, pembungkus barang, dan tutup
barang yang dapat menurunkan kehormatan Bendera Negara. Berikan aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya,
berikan aku 1 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia” . (sumber lain
mengatakan 10 pemuda)
“Tidak seorang pun yang menghitung-hitung: berapa untung yang kudapat
nanti dari Republik ini, jikalau aku berjuang dan berkorban untuk
mempertahankannya”.
“Jadikan deritaku ini sebagai kesaksian, bahwa kekuasaan seorang presiden
sekalipun ada batasnya. Karena kekuasaan yang langgeng hanyalah kekuasaan
rakyat. Dan diatas segalanya adalah kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa.”